Senin, 07 Agustus 2017

BIMBINGAN ANAK LUAR SEKOLAH BAGI ABH BERBASIS MASYARAKAT


I.            PENDAHULUAN
Anak sebagai tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak memiliki karakteristik yang spesifik dibandingkan dengan orang dewasa dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan, oleh karena itu hak anak menjadi penting untuk diprioritaskan. 


Dari berbagai kajian dan pemetaan tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum masih ditemukan pelaksanaan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yang belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya sosialisasi peraturan perundang-undangan, sehingga pemahaman dan pelaksanaan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum masih bervariasi dan cenderung menggunakan persepsi yang berbeda dan terbatasnya sarana prasarana penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.
Untuk menghindari hal tersebut dan demi kepentingan terbaik bagi anak, maka para penegak hukum seharusnya melakukan upaya penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif, sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak, The Beijing Rules, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak.
Dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif, perlu ada koordinasi dan kerjasama antara aparat penegak  hukum (polisi, jaksa, hakim), advokat, Petugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Petugas Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), Petugas Rumah Tahanan (RUTAN), Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan serta kementerian lainnya yang terkait dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Koordinasi dan kerjasama tersebut selain untuk penyamaan persepsi juga untuk penyelarasan gerak langkah.

II.         PENGERTIAN
A.    Pengertian Bimbingan Anak Luar Sekolah
Pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan d luar system sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya sehingga dapat terwujud manusia yang gemar belajar-mengajar dan mampu meningkatkan kesejahteraan.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah dapat dikemukakan bahwa : “Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang diselenggrakan di luar sekolah baik dlembagakan maupun tidak sesuai pasal 1 ayat (1) yang bertujuan untuk a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya. b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah”.
B.     Pengertian ABH (Anak Berhadapan Hukum)
ABH adalah anak yang telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hokum yang berlaku (peraturan undang-undang). Pada dasarnya anak yang berhadapan hokum adalah tersangka atau terdakwa, walaupun tidak secara implicit disebutkan istilah terdakwa/tersangka di dalam UU Pegadilan Anak, namun dapat dipahami yang dimaksud dengan tersangka/terdakwa dalam tulisan ini adalah seorang anak yang melakukan suatu perbuatan melawan hokum. Perbuatan yang mungkin dilakukan misalnya mencuri, menganiaya, membunuh, menipu, menggunakan narkotika, dan lain sebagainya. Anak-anak yang suka menganiaya biasanya mempunyai sejarah kekerasan dalam keluarganya dan kekerasan yang terjadi dalam keluarga dapat mendorong anak untuk melakukan kekerasan fisik.
Jika seorang anak berhadapan hokum, yang harus dilindungi adalah hak-haknya sebagai manusia (UU No.39 Tahun 1999, UU No.23 Tahun 2002), dengan demikian bukan perbuatannya yang dilindungi, tetapi lebih pada pembelaan hak asasi manusianya.
Hak-hak anak yang berhadapan hokum antara lain:
1.   Setiap anak yang melakukan tindak pidana sejak ditangkap/ditahan berhak mendapat bantuan hokum dari seseorang atau lebih penasihat hokum (penyediaan petugas pendampingan khusus anak sejak dini) selama dalam waktu dan setiap tingkat pemeriksaan. Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada tersangka dan orang tua, wali atau orang tua asuh mengenai hak untuk memperoleh bantuan hokum, dan berhak berhubungan langsung dengan penasehat hokum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang.
2.   Hak untuk mendapatkan perlakuan yang layak dan manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-haknya.
3.   Hak untuk dapat mengikuti pendidikan luar sekolah selama berstatus sebagai klien masyarakat (sedang menjalani pidana masyarakat).
4.   Hak untuk dipenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak selama masa penahanan dan menjalani hukuman.
5.   Hak mendapat pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya selama berada dalam lembaga masyarakat.
6.   Hak untuk berkorespondensi dan menerima kunjungan atau dengan kata laian hak pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga terjaminnya (jika anak dalam tahanan)
7.   Hak penyediaan sarana prasarana khusus.
8.   Hak penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
9.   Hak pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan hokum.
10.    Hak perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari lebelisasi.
C.     Pengertian Pendidikan Berbasis Masyarakat
Dalam Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Th 2003 disebutkan konsep dan prinsip-prinsip pendidikan berbasis masyarakat sebagai berikut: 1) masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada Pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya dari oleh dan untuk kepentingan masyarakat. 2) Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta managemen dan pandangannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. 3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsisi dana, dan sumber lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau pemerintah daerah.
Pendidikan berbasis masyarakat memiliki tujuan utama yaitu untuk melayani kekhasan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara mandiri. Pendidikan berbasis masyarakat memiliki asumsi bahwa tiap komponen dari masyarakat memiliki potens yang dapat dikembangkan untuk memecahkan problem sosial masyarakat dengan memobilisasi aksi bersama. Masyarakat dalam konteks pendidikan berbasis masyarakat adalah agen (pelaksana), tujuan dan sekaligus sebagai fasilitator dalam proses pendidikan.

III.      TUJUAN
1.      Memahami peran pemerintah dan masyarakat dalam menangani anak berhadapan hukum
2.      Memberikan pelayanan yang obyektif kepada anak yang berhadapan hukum di masyarakat
3.      Melibatkan anak supaya berperan aktif di masyarakat dan melibatkan para tokoh masyarakat.

IV.      KEADAAN DAN MASALAH
1.      Pada dekade terakhir ini, kasus anak yang melakukan tindak kejahatan semakin mengkhawatirkan.
2.      Terbatasnya LP anak, memberi peluang para ABH berada di LP dewasa dan pemuda. Sementara, tindak kekerasan pada anak selama proses penyidikan maupun di LP masih banyak terjadi. Anak diinterogasi seperti lazimnya pada orang dewasa.
3.      Para ABH sering tidak mendapatkan perlindungan yang wajar, dan tanpa bantuan hukum.

V.         SASARAN
1.      Anak-anak berhadapan hukum
2.      Tokoh Agama-Adat-Masyarakat-Wanita
3.      Karang Taruna
VI.      LANDASAN PELAKSANAAN
1.      UU Peradilan anak No. 3 Tahun 1997, dan UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
2.      UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 mengenai konsep dan prinsip pendidikan berbasis masyarakat.
3.      Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak  Anak.
4.      Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pembinaan Kesejahteraan Anak.
5.      Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor: 166 A/KMA/SKB/XII/2009, Nomor: 146A/A/JA/12/2009, Nomor B/45/XII/2009, Nomor: M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, Nomor: 10/PRS-2/KPTS/2009; Nomor: 02/Men.PP dan PA/XII/2009 Tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

VII.   KEBIJAKAN TEKNIS DAN STRATEGI
1.      Kebijakan Teknis
a.    Pemantapan kebijakan teknis dan standar pemberian bimbingan pada Anak Berhadapan Hukum
b.    Penyelamatan dan perlindungan hak-hak ABH
c.    Penyiapan, rehabilitasi, serta pemberdayaan ABH yang berbasis masyarakat
2.      Strategi
a.       Mengedapankan upaya musyawarah dan mufakat (rembug desa) dalam menyelesaikan masalah
b.      Melakukan koordinasi dengan pihak terkait di level desa, kecamatan dan kabupaten dalam upaya perlindungan dan bimbingan ABH berbasis masyarakat
c.       Melakukan pendampingan khusus bagi anak yang berhadapan hukum
d.      Memfasiltasi partisipasi anak untuk terlibat dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang berbasis hak anak dan masyarakat.

VIII.                    BENTUK KEGIATAN
1.      Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang hak-hak anak
2.      Mempromosikan Child Right dan Child Protection
3.      Melakukan upaya-upaya pencegahan, respon, dan penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan masalah-masalah anak
4.      Membuka layanan konsultasi perlindungan anak/masalah berkaitan dengan anak
5.      Pendampingan anak yang berhadapan dengan hukum.

IX.      METODA DAN TEKNIK PEMBINAAN
1.      Metoda
a.       Andragogi
Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagai "Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar”. Merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan. 
Andragogi dapat disimpulkan sebagai :
1. Cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman 
2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu 
3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah. 
b.      Pedagogi
Pedagogi yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar". 

2.      Teknik Pembinaan

X.         INDIKATOR KEBERHASILAN
1.      Menurunnya kasus anak yang melakukan tindak kejahatan (ABH)
2.      Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah anak
3.      Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam upaya pencegahan, respon serta penanganan kasus maupun masalah anak.

XI.      MEKANISME PEMBINAAN
1.      Pada Tingkat Pusat, Departemen Sosial RI sebagai penanggung jawab fungsional, merumuskan kebijakan teknis dan program, standar serta bimbingan teknis mengenai Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat.
2.      Pada Tingkat Propinsi, Gubernur Kepala Daerah sebagai penanggungjawab perumusan kebijakan operasional dan melaksanakan program daerah dan program dekonsentrasi pemberdayaan Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat
3.      Pada Tingkat kabupaten/Kota, Bupati/Walikota bertanggungjawab atas pelaksanaan program Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat
4.      Gubernur Kepala Daerah dan Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan program Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat.

XII.   PENUTUP
Bimbingan Anak Luar Sekolah berbasis pada masyarakat seharusnya mempunyai program-program yang dibutuhkan untuk mensejahterakan masyarakat. Antara program dan kebutuhan ada kesesuaian dengan perkembangan masyarakat saat ini. Hal ini bisa dijadikan sebagai suatu cara untuk menggali suatu proses belajar kelompok masyarakat dan berlatih secara sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka dalam pekerjaannya sekarang dan menyiapkan diri untuk peranan dan tanggungjawab yang akan datang  terutama agar masyarakat peka dan tanggap terhadap kasus-kasus dan masalah-masalah anak. Apabila kegiatan tersebut bisa berhasil maka peranan kegunaan ABH akan semakin bagus, bisa menghindari dari berbagai gangguan dan yang paling penting permasalahan dapat di identifikasi sedini mungkin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar