I.
PENDAHULUAN
Anak
sebagai tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak memiliki
karakteristik yang spesifik dibandingkan dengan orang dewasa dan merupakan
salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan, oleh karena itu hak
anak menjadi penting untuk diprioritaskan.
Dari
berbagai kajian dan pemetaan tentang penanganan anak yang berhadapan dengan hukum
masih ditemukan pelaksanaan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yang
belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini
disebabkan antara lain kurangnya sosialisasi peraturan perundang-undangan,
sehingga pemahaman dan pelaksanaan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum
masih bervariasi dan cenderung menggunakan persepsi yang berbeda dan
terbatasnya sarana prasarana penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.
Untuk
menghindari hal tersebut dan demi kepentingan terbaik bagi anak, maka para
penegak hukum seharusnya melakukan upaya penyelesaian perkara anak yang
berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif, sebagaimana
tercantum dalam Konvensi Hak Anak, The Beijing Rules, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan anak.
Dalam
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan
restoratif, perlu ada koordinasi dan kerjasama antara aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim), advokat,
Petugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Petugas Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS),
Petugas Rumah Tahanan (RUTAN), Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan
Nasional dan Kementerian Kesehatan serta kementerian lainnya yang terkait dalam
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Koordinasi dan kerjasama tersebut
selain untuk penyamaan persepsi juga untuk penyelarasan gerak langkah.
II.
PENGERTIAN
A. Pengertian
Bimbingan Anak Luar Sekolah
Pendidikan
luar sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan d
luar system sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja,
teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia
(sikap, tindak dan karya sehingga dapat terwujud manusia yang gemar
belajar-mengajar dan mampu meningkatkan kesejahteraan.
Menurut
Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah dapat
dikemukakan bahwa : “Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang
diselenggrakan di luar sekolah baik dlembagakan maupun tidak sesuai pasal 1
ayat (1) yang bertujuan untuk a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan
berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan
mutu kehidupannya. b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja
mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat
dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah”.
B. Pengertian
ABH (Anak Berhadapan Hukum)
ABH
adalah anak yang telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hokum yang
berlaku (peraturan undang-undang). Pada dasarnya anak yang berhadapan hokum
adalah tersangka atau terdakwa, walaupun tidak secara implicit disebutkan
istilah terdakwa/tersangka di dalam UU Pegadilan Anak, namun dapat dipahami
yang dimaksud dengan tersangka/terdakwa dalam tulisan ini adalah seorang anak
yang melakukan suatu perbuatan melawan hokum. Perbuatan yang mungkin dilakukan
misalnya mencuri, menganiaya, membunuh, menipu, menggunakan narkotika, dan lain
sebagainya. Anak-anak yang suka menganiaya biasanya mempunyai sejarah kekerasan
dalam keluarganya dan kekerasan yang terjadi dalam keluarga dapat mendorong
anak untuk melakukan kekerasan fisik.
Jika
seorang anak berhadapan hokum, yang harus dilindungi adalah hak-haknya sebagai
manusia (UU No.39 Tahun 1999, UU No.23 Tahun 2002), dengan demikian bukan
perbuatannya yang dilindungi, tetapi lebih pada pembelaan hak asasi manusianya.
Hak-hak
anak yang berhadapan hokum antara lain:
1. Setiap
anak yang melakukan tindak pidana sejak ditangkap/ditahan berhak mendapat
bantuan hokum dari seseorang atau lebih penasihat hokum (penyediaan petugas
pendampingan khusus anak sejak dini) selama dalam waktu dan setiap tingkat
pemeriksaan. Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib
memberitahukan kepada tersangka dan orang tua, wali atau orang tua asuh
mengenai hak untuk memperoleh bantuan hokum, dan berhak berhubungan langsung
dengan penasehat hokum dengan diawasi tanpa didengar oleh pejabat yang
berwenang.
2. Hak
untuk mendapatkan perlakuan yang layak dan manusiawi sesuai dengan martabat dan
hak-haknya.
3. Hak
untuk dapat mengikuti pendidikan luar sekolah selama berstatus sebagai klien
masyarakat (sedang menjalani pidana masyarakat).
4. Hak
untuk dipenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak selama masa penahanan
dan menjalani hukuman.
5. Hak
mendapat pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bakat dan kemampuannya selama
berada dalam lembaga masyarakat.
6. Hak
untuk berkorespondensi dan menerima kunjungan atau dengan kata laian hak
pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga
terjaminnya (jika anak dalam tahanan)
7. Hak
penyediaan sarana prasarana khusus.
8. Hak
penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak.
9. Hak
pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang
berhadapan hokum.
10. Hak
perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari lebelisasi.
C. Pengertian
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Dalam
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Th 2003 disebutkan konsep dan
prinsip-prinsip pendidikan berbasis masyarakat sebagai berikut: 1) masyarakat
berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada Pendidikan formal
dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya dari
oleh dan untuk kepentingan masyarakat. 2) Penyelenggaraan pendidikan berbasis
masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan,
serta managemen dan pandangannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. 3)
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4)
Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsisi
dana, dan sumber lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau
pemerintah daerah.
Pendidikan
berbasis masyarakat memiliki tujuan utama yaitu untuk melayani kekhasan
kebutuhan masyarakat secara menyeluruh dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia secara mandiri. Pendidikan berbasis masyarakat memiliki asumsi bahwa
tiap komponen dari masyarakat memiliki potens yang dapat dikembangkan untuk memecahkan
problem sosial masyarakat dengan memobilisasi aksi bersama. Masyarakat dalam
konteks pendidikan berbasis masyarakat adalah agen (pelaksana), tujuan dan
sekaligus sebagai fasilitator dalam proses pendidikan.
III. TUJUAN
1. Memahami
peran pemerintah dan masyarakat dalam menangani anak berhadapan hukum
2. Memberikan
pelayanan yang obyektif kepada anak yang berhadapan hukum di masyarakat
3. Melibatkan
anak supaya berperan aktif di masyarakat dan melibatkan para tokoh masyarakat.
IV. KEADAAN
DAN MASALAH
1. Pada
dekade terakhir ini, kasus anak yang melakukan tindak kejahatan semakin
mengkhawatirkan.
2. Terbatasnya
LP anak, memberi peluang para ABH berada di LP dewasa dan pemuda. Sementara,
tindak kekerasan pada anak selama proses penyidikan maupun di LP masih banyak
terjadi. Anak diinterogasi seperti lazimnya pada orang dewasa.
3. Para
ABH sering tidak mendapatkan perlindungan yang wajar, dan tanpa bantuan hukum.
V.
SASARAN
1. Anak-anak
berhadapan hukum
2. Tokoh
Agama-Adat-Masyarakat-Wanita
3. Karang
Taruna
VI. LANDASAN
PELAKSANAAN
1. UU
Peradilan anak No. 3 Tahun 1997, dan UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
2. UU
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 mengenai konsep dan prinsip
pendidikan berbasis masyarakat.
3. Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak.
4. Instruksi
Presiden Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pembinaan Kesejahteraan Anak.
5. Keputusan
Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik
Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, dan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor:
166 A/KMA/SKB/XII/2009, Nomor: 146A/A/JA/12/2009, Nomor B/45/XII/2009, Nomor:
M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, Nomor: 10/PRS-2/KPTS/2009; Nomor: 02/Men.PP dan
PA/XII/2009 Tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
VII. KEBIJAKAN
TEKNIS DAN STRATEGI
1. Kebijakan
Teknis
a. Pemantapan
kebijakan teknis dan standar pemberian bimbingan pada Anak Berhadapan Hukum
b. Penyelamatan
dan perlindungan hak-hak ABH
c. Penyiapan,
rehabilitasi, serta pemberdayaan ABH yang berbasis masyarakat
2. Strategi
a. Mengedapankan
upaya musyawarah dan mufakat (rembug desa) dalam menyelesaikan masalah
b. Melakukan
koordinasi dengan pihak terkait di level desa, kecamatan dan kabupaten dalam
upaya perlindungan dan bimbingan ABH berbasis masyarakat
c. Melakukan
pendampingan khusus bagi anak yang berhadapan hukum
d. Memfasiltasi
partisipasi anak untuk terlibat dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang
berbasis hak anak dan masyarakat.
VIII.
BENTUK KEGIATAN
1. Mensosialisasikan
kepada masyarakat tentang hak-hak anak
2. Mempromosikan
Child Right dan Child Protection
3. Melakukan
upaya-upaya pencegahan, respon, dan penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap
anak dan masalah-masalah anak
4. Membuka
layanan konsultasi perlindungan anak/masalah berkaitan dengan anak
5. Pendampingan
anak yang berhadapan dengan hukum.
IX. METODA
DAN TEKNIK PEMBINAAN
1. Metoda
a. Andragogi
Andragogi
berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan
agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagai "Suatu seni dan ilmu untuk
membantu orang dewasa belajar”. Merupakan
proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara
berkelanjutan.
Andragogi dapat disimpulkan sebagai :
Andragogi dapat disimpulkan sebagai :
1.
Cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman
2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu
3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.
2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu
3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.
b. Pedagogi
Pedagogi
yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan
agogos berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak
atau perdefinisi diartikan secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni
mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara
umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".
2. Teknik
Pembinaan
X.
INDIKATOR
KEBERHASILAN
1. Menurunnya
kasus anak yang melakukan tindak kejahatan (ABH)
2. Meningkatnya
kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah anak
3. Meningkatnya
peran aktif masyarakat dalam upaya pencegahan, respon serta penanganan kasus
maupun masalah anak.
XI. MEKANISME
PEMBINAAN
1. Pada
Tingkat Pusat, Departemen Sosial RI sebagai penanggung jawab fungsional, merumuskan
kebijakan teknis dan program, standar serta bimbingan teknis mengenai Bimbingan
Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat.
2. Pada
Tingkat Propinsi, Gubernur Kepala Daerah sebagai penanggungjawab perumusan
kebijakan operasional dan melaksanakan program daerah dan program dekonsentrasi
pemberdayaan Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat
3. Pada
Tingkat kabupaten/Kota, Bupati/Walikota bertanggungjawab atas pelaksanaan
program Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat
4. Gubernur
Kepala Daerah dan Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan program
Bimbingan Anak Luar Sekolah bagi ABH berbasis masyarakat.
XII. PENUTUP
Bimbingan
Anak Luar Sekolah berbasis pada masyarakat seharusnya mempunyai program-program
yang dibutuhkan untuk mensejahterakan masyarakat. Antara program dan kebutuhan
ada kesesuaian dengan perkembangan masyarakat saat ini. Hal ini bisa dijadikan
sebagai suatu cara untuk menggali suatu proses belajar kelompok masyarakat dan
berlatih secara sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka dalam
pekerjaannya sekarang dan menyiapkan diri untuk peranan dan tanggungjawab yang
akan datang terutama agar masyarakat
peka dan tanggap terhadap kasus-kasus dan masalah-masalah anak. Apabila
kegiatan tersebut bisa berhasil maka peranan kegunaan ABH akan semakin bagus,
bisa menghindari dari berbagai gangguan dan yang paling penting permasalahan
dapat di identifikasi sedini mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar