Senin, 30 Mei 2016

HADITS PERNIKAHAN

HADITS PERNIKAHAN

I.         PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan sunah Nabi yang sangat dianjurkan. Rumah tangga yang berpegang pada syari’at Allah swt. adalah fondasi yang utama.
Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan, antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih sayang.
Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan seksual.
Islam sangat memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. Dalam makalah ini, pemakalah akan membahas tentang pernikahan baik dari segi pengertian, hokum, rukun, syarat, dan lain-lainnya berdasarkan hadits Nabi.
II.      RUMUSAN MASALAH
1.         Apa yang dimaksud dengan Pernikahan?
2.         Bagaimana Hadits Tentang Nikah Sebagai Sunnah Nabi?
3.         Bagaimana Hadits Tentang Anjuran untuk Nikah?
4.         Bagaimana Hadits Tentang  Cara Memilih Jodoh?






III.   PEMBAHASAN
A.       Pengertian Pernikahan
Pernikahan berasal dari kata (نكاح  ) yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi’).[1]Menurut bahasa, nikah bearti gabungan dan percampuran. Sedangkan menurut istilah syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal.[2]
Kata nikah sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus) juga untuk arti akad nikah.[3]
Pernikahan menurut ahli hadits dan ahli fiqih adalah perkawinan, dalam arti hubungan yang terjalin antara suami istri dengan ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat, dan rukun-rukun pernikahan, seperti wali, mahar, dua saksi yang hadir dan di sahkan dengan ijab qabul.[4]
Menurut Abu Israh memberikan definisi yang lebih luas:
عَقْدٌ يُفِيْدُ خَلَّ الْعُشْرَةِ بَيْنَ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ وَتَعَاوُنُهَا وَيُحَدُّ مَالِكَيْهِمَا مِنْ حُقُوْقٍ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ وَاجِبَاتٍ
Artinya:
Akad yang memberikan kaidah hukum. Kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing..[5]

B.       Hadits Tentang Nikah sebagai Sunnah Nabi.
Pernikahan memiliki tujuan untuk mengharapkan keridhoanAllah SWT. Dalam Islam pernikahan merupakan sunnah Allah dan Rasulnya seperti yang tercantum dalam hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ وَتَزَوَّجُوْا فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْاَمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ  فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ
Artinya:
“Dari Aisyah R.A. berikut, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda:menikah adalah sunnahKu, siapa yang tidak mengamalkan sunnahKu, maka dia bukan termasuk umatKu,menikahlah karena aku sangat senang atas jumlah besar kalian dihadapan umat-umat lain, siapa yang telah memiliki kesanggupan, maka menikahlahjika tidak, maka berpuasalah, karena puasa itu bisa menjadi kendali.
1.        Untuk berumah tangga serta mempunyai belanja. untuk itu, Golongan ini dianjurkan untuk menikah.
2.        Golongan yang tidak mempunyai hasrat untukmenikah dan tidak punya belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.
3.        Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan inilah yang disuruh puasa untuk mengendalikan syahwatnya.
4.        Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk menikah, sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan Malikiah di utamakan menikah.[6]
Menurut Al-Ghazali,sebagai sunnah Nabi pernikahan mempunyai tujuan yang dikembangkan menjadi 5, yaitu:
1.      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2.      Memenuhi hajat manusia manyalurkan syahwatnyadan menumpahkan kasih sayangnya.
3.      Memenuhi panggilan agama, memelihara dari kejahatan dan kerusakan.
4.      Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5.      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.[7]
C.       Hadis Anjuran Untuk Menikah
Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam hal ini manusia diciptakan oleh Allah untuk mengabdikan dirinya kepada penciptaannya dengan aktifitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktifitas hidupnya. Oleh karena itu Allah menganjurkan manusia untuk melakukan pernikahan.
Hadits Abdullah bin Mas’ud tentang Anjuran menikah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَي عَنْهُ قَالَ: قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَالْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْمَنَ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ


Artinya:
dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rosulullah saw. Bersabda, “ hai para pemuda, siapa diantara kamu yang mampu (menanggung) beban nikah, maka kawinlah karena sesungguhnya kawin itu lebih dapat menundukkan pandangagan dan lebih dapat menjaga kemaluan; dan siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat” . (HR Jamaah).[8]
Al qurtuby berkata” orang yang mempunyai kesanggupan untuk menikah dan takut terjerumus dalam maksiat jika tidak menikah,maka dia wajib menikah. Dalam hal ini dijelaskan bahwa tidak halal menikah bagi orang yang merasa tidak mampu menafkahi istrinya. Maka Al Qurtuby menganjurkan supaya seluruh umat Islam, muda maupun tua yang manpu membelanjani keluarga agar menikah menyatakan bahwa menikah adalah sunnah Nabi. Beliau juga mengatakan bahwa hidup membujang tidak dibenarkan dalam ajaran islam, karena membujang termasuk perbuatan yang menimbulkan dasar kebencian islam terhadap setiap sesuatu tidak mempertimbangkan antara kenyataan dan kebutuhan dasar hidup kemanusiaan.[9]
Rasullulla menolak pengakuan seseorang yang berkeinginan kuat untuk beribadahdengan meninggalkan kehidupan duniawi dan meninggalkan pernikahan. Rasullullah juga mengatakan bahwa kehidupan keluarga termasuk bagian sunah-sunah-Nya. Rasullulah bersabda :
فَمَنْ رَغِبَ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
 “Barang siapa membenci sunnahku bukan Termasuk golonganKu.” (HR. Muslim).[10]
D.       Hadis kriteria memilih jodoh
1.    Hadis tentang kriteria memilih calon istri
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِاَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya :sahabat Abi Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda: “seorang wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Berbahagialah orang yang menikahi wanita karena agamanya, dan merugilah orang yang menikahi wanita karena harta, kecantikan dan keturunannya” (HR. Bukhari dan muslim)[11]
Dari hadist diatas ,dapat dilihat bahwa Nabi membagi faktor seorang lelaki memilih istri :
1)      Berdasarkan kekayaan
Beberapa lelaki kadang memilih istri dari kekayaannyadan dengan itu ia terpenuhi segala kebutuhannya dan agar dapat memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi.
2)      Berdasarkan Nasabnya
Nasab istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak orang. Lelaki yang memilih istri karena nasabnya berkeinginan agar kedudukannya juga dapat terangkat dengan tingginya kedudukan istri.
3)      Berdasarkan kecantikannya
Lelaki yang memilih istri karena kecantikannya untuk bersenang-senangsehingga mendorang untuk menjaga diri dari tidak melihat perempuan lain dan juga tidak melakukan perbuatan yang dibenci Allah.
4)      Berdasarkan agamanya
Nabi mengungkapkan bahwa seorang laki-laki memilih istri karena agamanya maka ia beruntung. Oleh karena itu,hendaklah seorang lelaki dalam memilih istri hendaknya memprioritaskan agamanya,daripada kekayaan,nasab,dan kecantikannya.[12]
Berdasarkan faktor diatas, Nabi memperingatkan tentang pernikahan yang hanya melihat faktor diatas :
مَنْ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً لِحُسْنِهِنَّ لَمْ يَزِدْهُ اللهُ اِلَّا ذِلاًّ وَمَنْ تَزَوَّجَ لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ اِلَّا فَقْرًا وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ  يَزِدْهُ اللهُ اِلَّا دِنَاءَةً وَمَنْ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً لَمْ يُرِدْبِهَا اِلاَّ اَنْ يَغُضُّ بَصَرَهُ وَيَحْسُنَ فَرْعَهُ اَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيْهَا وَبَرَكَ لَهَا فِيْهِ
Artinya : “Barang siapa menikahi perempuan karena kemuliaannya maka Allah SWT tidak akan menambahkan baginya kecuali kehinaan. Barang siapa menikahi karena hartanya maka Allah SWT tidak akan menambahkan baginya kecuali kefakiran. Dan barang siapa yang menikahi perempuan karena nasabnya maka Allah tidak akan menambahkan baginya kecuali kehinaan, Barang siapa yang menikahi perempuan tiada yang diinginkan kecuali untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluannya atau untuk menghubungkan tali silaturahmi maka Allah akan memberkahinya dan memberkahi perempuan itu dalam permikahannya.
2.    Hadis tentang kriteria memilih suami
Sifat yang terpuji dalam pandangan Islam yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang kehidupan dengan benar. Melangkah pada jalan yang lurus ia bukanlah orang yang memilki kekayaan,atau orang yang memiliki fisik yang baik dan kedudukan yang tinggi.
Bagi para wanita haruslah berhati-hati dalam memilih suami, karena disini suaminyalah ditentukan kebahagiaan dan keamanannya. Nabi Muhammad saw lebih memilih seseorang yang fakir,menjaga dirinya,suci jiwanya, tingkah lakunya benar, akhlaknya baik,daripada orang kaya yang tidak memiliki sifat-sifat terpuji.[13]
Maka dari itu,dalam memilih calon suami wanita harus mempertimbangkan beberapa hal yang ada dalam diri calon suami yang akan dipilih. Berikut kriteria bagi calon wanita muslimah:
a.       Lelaki yang seagama
Dalam ajaran agama, muslimah diharamkan menikah dengan lelaki non muslim, karena wanita akan sulit melaksanakan ibadahnyaa,anak akan bingung memilih agama siapa dan sulitnya hubungan persaudaraan.
b.      Lelaki yang kuat agamanya
Dalam memilih calon suami, wanita hendaknya memilih lelaki yang iman dan taqwanya melebihi dirinya,karena suami adalah pemimpin.
c.       Lelaki yang berpengetahuan Luas
Tugas suami adalah memimpin keluarganya menuju Ridha Allah swt. Dan untuk mendidik istri dan anak agar taat dan patuh terhadap syari’at islam bukanlah hal yang mudah. Untuk itu diperlukan ilmu dan wawasan yang luas. Ilmu dan wawasan disini bukan hanya dalam masalah agama tetapi juga umum. Wanita hendaknya tidak memilih calon suami yang pengetahuannya lebih rendah karena nantinya akan terjadi pemutar balikan fitrah., istri  menjadi pemimpin dalam rumah tangga.
d.      Lelaki yang mampu membiayai hidup
Islam melarang lelaki yang belum mampu membiayai kebutuhan rumah tangga menikah. Hal ini dikarenakan pemenuhan kebutuhan merupakan awal dari terwujudnya rumah tangga yang harmonis sebaliknya, Islam menganjurkan lelaki yang sudah mampu untuk segera menikah
Dari uraian diatas, terdapat satu criteria yang berlaku bagi kedua pihak,yakni calon suami dan istri, yaitu kafa’ah ( kesejerajatan ). Yang di maksud kafa’ah ialah kesepadanan antara calon istri dan keluarga dengan calon istri dan keluarganya.  Segolongan suqaha sepakat bahwa kafa’ah yang berlaku hanya dalam hal agama,namun dalam mahdzab maliki, kemerdekaan juga ikut dipertimbangkan. Ada juga beberapa suqaha yang berpendapat bahwa nasab,kekayaan dan keselamatan dari cacat termasuk dalam lingkup kafa’ah.[14]
Menurut kebiasaan yang berlaku, seorang perempuan dapat memilih calon pasangannya dengan menyetujui lamaran lelaki yang paling pertama. Rosulillah saw, bersabda “Jika datang seorang lelaki yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahilah ia (dengan anakmu). Karena jika engkau tidak melakukannya, maka (akan timbul) fitnah di muka bumi dan (tampak) kerusakan yang luas”
Hadis di atas menegaskan kepada para perempuan dan wali-walinya tentang cara memilih suami yang baik. Ukuran pilihan terbaik bagi perempuan dalam memilh suami adalah karena agamanya.[15]
IV.   KESIMPULAN
  1. Pernikahan adalah perkawinan,dalam arti hubungan yang terjalin antara suami dengan ikatan hukum Islam, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun perkikahan.
  2. Pernikahan merupakan seruan agama yang harus dijalankan oleh manusia yang mampu untuk berkeluarga. Bagi para pemuda yang tidak sanggup memelihara rumah tangga atau tidak mempunyai kemampuan untuk menikah, hendaknya ia berpuasa.
  3. Rasullulah saw memberiakan kriteria melilih calon istri yaitu berdasarkan agamanya bukan karena hartanya , kedudukannya maupun kecantikannya.
  4. Kriteria calon suami bagi wanita muslimah, yaitu lelaki yang seagama, lelaki yang kuat agamanya, lelaki yang berpengetahuan luas dan lelaki yang mampu membiayai hidup keluarga.





DAFTAR PUSTAKA
Ghofur, Abdur Rahman. Fiqh Munakahat.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)
Ghoffar, Abdul. Syaikh Hasan Ayyub Fikih Keluarga. (jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011)
Subkhi,Ali yusuf As.Fiqh keluarga. (Jakarta: Amzah, 2010.)
Shidiqy, Teuku Muhammad Harbi As.Mutiara Hadits 5. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,2003)
Hamidy, Mu’amal, dkk. Terjemah Nailul Authar(himpunan hadis-hadis hukum).(Surabaya: PT Bina Ilmu. 1993)
Abidin, Zaenal. 530 Hadis Shaih Bukhari- Muslim. (Jakarta: Rinika Cipta, 2011.)
Mahalli,Ahmad Mudjab. Buku Pintar Para Da’i. (Surabaya: Duta Ilmu, 2003.)
Rohman, Abdur. Perkawinan dalam Syariat Islam. (Jakarta: Rineka Cipta,1989).
Junaidi, Didi. Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi.( Bandung: Pustaka Setia, 2000 ).
Ath-Thahir, Fathi Muhammad. petunjuk Mencapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan.(jakarta: amzah, 2008).



[1]Abdur Rahman Ghazali. Fiqh Munakahat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. 2008. hal 7
[2] Abdul Ghoffar. Syaikh Hasan Ayyub Fikih Keluarga. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. 2011. Hal 29
[3]Op. Cit. Abdur rohman Ghazali.hal 9
[4]Ali yusuf As Subkhi. Fiqh Keluarga. Jakarta : Amzah. 2010. hal 1
[5]Op. Cit.hal 9
[6]Teuku Muhammad Harbi As shidiqy. Mutiara Hadits 5. (Semarang :PT. Pustaka Rizki Putra, 2003), hal 5
[7]Op  Cit. Abdur Rohman Ghozali. Hal 24
[8] Mu’amal Hamidy, dkk. Terjemah Nailul Authar(himpunan hadis-hadis hukum). Surabaya: PT Bina Ilmu. 1993. Hal 2129
[9]Op Cit. Teuku Muhammad Harby As Shidiqy. hal 6
[10] Zaenal Abidin. 530 Hadis Shaih Bukhari- Muslim. Jakarta: Rinika Cipta. 2011. hal 127
[11] Ahmad Mudjab mahalli. Buku Pintar Para Da’i. Surabaya: Duta Ilmu. 2003. Hal 583.
[12]Abdur  Rohman. Perkawinan dalam Syariat Islam. (Jakarta : Rineka Cipta,1989). Hal 12

[13]Didi Junaidi. Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi.( Bandung: Pustaka Setia,2000 ) hal 39-40

[14]Op Cit. Ali yusuf As Subkhi. hal 59
[15] Fathi Muhammad Ath-Thahir. petunjuk Mencapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan.(jakarta: amzah, 2008) hal 75

Tidak ada komentar:

Posting Komentar