I.
PENDAHULUAN
Sikap merupakan masalah yang penting dan
menarik dalam lapangan psikologi, khususnya psikologi sosial, karena sikap sering
digunakan untuk meramalkan tingkah laku, baik tingkah laku perorangan,
kelompok, bahkan tingkah laku suatu bangsa. Meskipun demikian, sikap negatif
seseorang terhadap suatu obyek tidak selalu memunculkan tingkah laku yang
negatif terhadap obyek tersebut. Misalnya seseorang bawahan yang mempunyai
sikap negatif terhadap tindakan atasanya tidak otomatis menjanjikan bahwa
bawahan tersebut akan berperilaku negatif terhadap pimpinannya tersebut. Hal
ini dikarenakan adanya aspek lain yang mempengaruhi munculnya tingkah laku
seseorang. Dalam kaitan perilaku bawahan terhadap atasan, mugkin saja faktor
kekuatan bila ia bertindak negatif maka ia akan dipecat menjadi salah satu
faktor penghambat munculnya perilaku negatif tersebut.
Salah
satu hal yang menarik dari perilaku manusia yang membuatnya menjadi kompleks
adalah sifat diferensial (keragamannya). Seseorang dapat merespon tertentu
dalam menghadapi stimulus atau obyek pada suatu saat, tetapi dapat pula
merespon yang lain pada saat yang berbeda (meskipun stimulusnya sama). Misalnya
saja, pada saat perasaan hatinya sedang gembira seseorang tidak merasa
keberatan bila diajak bercanda atau digoda oleh temannya, bahkan ia memberikan
respons yang positif sehingga suasana bercanda dan berkelakar tersebut
berkembang menjadi semakin hidup. Tetapi ketika ia sedang dalam kesulitan maka
ia dapat memberikan respons yang berbeda, seperti marah, meerasa tersinggung,
atau meninggalkan temannya yang mengajaknya bercanda.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa yang disebut Sikap ?
B.
Bagaimana
ciri-ciri sikap ?
C.
Bagaimana
kita mengetahui terbentuk dan perubahan dari sikap ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sikap
Sikap
adalah organisasi yang relatif menetap dari perasaan-perasaan,
keyakinan-keyakinan dan kecenderungan perilaku terhadap orang lain, kelompok, ide-ide
atau obyek-obyek tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). [1]Sikap
dapat bersifat negatif dan pula bersikap positif. Sikap negatif muncul
kecenderungan untuk menjauhi, membenci, menghindari atau tidak menyukai
keberadaan suatu obyek. Sedangkan sikap positif muncul kecenderungan untuk
menyenangi, mendekati, menerima atau bahkan mengharapkan kehadiran obyek
tertentu. Misalnya, sikap positif seseorang mahasiswa terhadap mahasiswi
tertentu memberikan kecenderungan kepadanya untuk menerima kehadiran mahasiswi
tersebut.
Sikap
selain dapat berbentuk sikap perorangan (individu), juga dapat berbentuk sikap
sosial. Sikap individual adalah sikap yang diyakini oleh individu tertentu,
sedangkan sikap sosial adalah sikap yang diyakini (dianut) sekelompok orang
terhadap suatu obyek. Misalnya saja sikap positif terhadap umat Islam terhadap
kehadiran Bank Muamalah Indonesia, atau sikap positif umat Kristen terhadap
hari Raya Paskah, dan sebagainya. Sikap adalah organisasi yang relatif menetap
dari perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan, dan kecenderungan perilaku
terhadap orang lain, kelompok, ide-ide atau obyek-obyek tertentu. Ada sejumlah
pendapat lain yang sangat mendasar mengenai sikap. Berikut ini adalah garis
besar pandangan-pandangan sikap yang disusun oleh pengamat Eiser:
1)
Sikap merupakan pengalaman subjektif.
Asumsi ini menjadi dasar untuk definisi-definisi pada umumnya, meskipun
beberapa penulis, terutama Bem menganggap bahwa berbagai pertanyaan seseorang
mengenai sikapnya merupakan kesimpulan dari pengamatannya atas perilakunya
sendiri.
2)
Sikap adalah pengalaman tentang suatu objek atau
persoalan. Sikap bukan sekedar “suasana hati”
atau “reaksi afektif” yang disebabkan oleh stimulus dari luar. Sesuatu
persoalan atau objek merupakan bagian dari pengalaman.
3)
sikap diungkapkan melalui bahasa.
Sikap dapat diungkapkan sampai batas-batas tertentu tanpa kata-kata, namun
konsep sikap akan sangat miskin jika diterapkan pada spesies yang tidak bisa
berbicara. Bahkan hari-hari penuh kata-kata yang mengandung unsur penilaian.[2]
4)
Sikap dikomunikasikan kepada orang lain.
Sikap tidak hanya bisa dipahami, tetapi juga diungkapkan sedemikian rupa
sehingga bisa ditangkap dan dimengerti oleh orang lain. Dengan kata lain,
mengungkapkan sikap adalah tindakan sosial yang berlandaskan asumsi bahwa ada
pendengar yang bisa memahami. Bagaimana kehadiran, jenis, dan jumlah pendengar memengaruhi
ungkapan sikap.
B.
Ciri-ciri
Sikap
Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri
manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu. Untuk
membedakan sikap dengan aspek-aspek psikis lainnya, seperti pengetahuan,
keyakinan, motif, niat, dan lain sebagainya, maka dapat dilihat beberapa
ciri-ciri sikap seperti dibawah ini :
1.
Sikap
selalu menggambarkan hubungan antara subyek dengan obyek. Tidak ada sikap tanpa
obyek. Obyek ini bisa berupa benda, orang, ideologi, nilai-nilai sosial,
lembaga masyarakat, dan sebagainya.
2.
Sikap
tidak dibawa sejak lahir, tetapi “dipelajari” dan dibentuk berdasarkan
pengalaman dan latihan.
3.
Karena
sikap dapat “dipelajari”, maka sikap dapat berubah-ubah, meskipun relatif sulit
berubah.
4.
Sikap
tidak menghilang walau kebutuhan sudah dipenuhi. Misalnya, seseorang yang suka
sate akan tetap menyukai sate, meskipun
dia kenyang makan sate.
5.
Sikap
tidak hanya satu macam, melainkan sangat beragam sesuai obyek yang menjadi
pusat perhatiannya.[3]
6.
Sikap
itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.
Ini
berarti bahwa sikap terhadap sesuatu obyek tertentu akan selalu diikuti oleh
perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yang menyenangkan) tetapi juga
dapat bersifat negatif (yang tidak menyenangkan) terhadap obyek tersebut. Di
samping itu sikap juga mengandung motivasi, ini berarti bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi
individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap obyek yang dihadapi.
7.
Sikap
itu dapat berlangsung lama atau sebentar.
Kalau
sesuatu sikap telah berbentuk dan telah merupakan nilai dalam kehidupan
seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang
bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah, dan kalaupun dapat berubah
akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi sebaliknya bila sikap itu belum
begitu mendalam ada dalam diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif
tidak bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah berubah.[4]
C.
Pembentukan
dan Perubahan Sikap
Meskipun
demikian, sikap seseorang masih tetap dapat di bentuk maupun diubah. Sikap
seseorang dapat dibentuk ataupun diubah melalui beberapa cara antara lain :
1.
Adopsi
Kejadian
dan peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang dan terus menerus, lama
kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi
terbentuknya suatu sikap.
2.
Diferensiasi
Karena
adanya perkembangan akan pengalaman, inteligensi, dan pengetahua maka ada hal
yang tadinya dianggap sejenis, dan sekarang dipandang tersendiri dan lepas dari
jenisnya (yang sudah dikelompokkan terdahulu).
3.
Integrasi
Pembentukan
sikap terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan satu hal tertentu, sehingga akhirnya terbentuk sikap
mengenai hal tersebut.
4.
Trauma
Trauma
adalah pengalaman yang tiba-tiba dan mengejutkan, yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.
Trauma
adalah pengalaman yang tiba-tiba dan mengejutkan, yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.
5.
Generalisasi
Pengalaman
traumatik yang dialami seseorang ada beberapa hal yang tertentu dapat
menimbulkan sikap negatif pada semua hal yang sejenis.[5]
Pembentukan
sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui kontak sosial terus-menerus
antara individu dengan individu-individu lain disekitarnya. Dalam hubungan ini,
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah :
1. Faktor Intern, yaitu faktor-faktor yang
terdapat dalam diri individu, seperti sekeltivitas.
Penyeleksian (selektivitas)
diperlukan karena rangsang yang datang dari luar (lingkungan) tidak seluruhnya
dapat diserap oleh individu, oleh karena itu seseorang harus memilih
rangsang-rangsang mana yang akan “diperdalam” dan rangsang-rangsang mana yang
tidak “diperdalam”. Pemilihan-pemilihan ini biasanya juga dipengaruhi oleh
motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri seseorang. Karena harus
memilih maka seseorang harus mengembangkan sikap yang positif terhadap suatu
hal, dan mengembangkan sikap yang negatif terhadap hal lainnya.
2. Faktor Ekstern, adalah faktor-faktor
yang terdapat diluar diri individu. Faktor-faktor ini antara lain :
a. Sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap
b. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu
sikap
c. Sifat orang-orang atau kelompok yang
mendukung sikap
d. Media komunikasi yang digunakan untuk
menyampaikan sikap
e. Situasi pada saat sikap itu dibentuk
Ada beberapa metode untuk mengubah sikap.
Di bawah ini ada beberapa cara yang sering dilakukan oleh ahli Psikologi untuk mengubah
sikap. Namun demikian harus dicatat bahwa banyak perubahan sikap yang terjadi
tanpa ada intervensi langsung dari atau oleh seseorang.[6]
IV.
KESIMPULAN
Sikap
merupakan organisasi yang relatif menetap dari perasaan-perasaan,
keyakinan-keyakinan dan kecenderungan perilaku terhadap orang lain, kelompok,
ide-ide atau obyek-obyek tertentu. Ada beberapa ciri atau sifat dari sikap
tersebut yaitu: sikap itu tidak dibawa sejak lahir, sikap itu tidak selalu berhubungan
dengan obyek sikap, sikap dapat tertuju pada satu objek saja tetapi juga dapat
tertuju pada sekumpulan objek-objek, sikap itu dapat berlangsung lama atau
sebentar dan sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi. Ada beberapa
faktor yang membentukan dan merubahan Sikap yaitu faktor intern (faktor dari
dalam) dan faktor ekstern (faktor dari luar).
DAFTAR PUSTAKA
Adi,
Isbandi Rukminto, Psikologi Perkembangan
Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
1994
Faturochman,
Pengantar Psikologi Sosial,Yogyakarta,
PUSTAKA, 2006
Sobur,
Alex, Psikologi Umum, Bandung, CV
Pustaka Setia, 2011
Walgito,
bimo, Psikologi Sosial, Yogyakarta,
Andi : 2002
[1] Faturochman, Pengantar Psikologi
Sosial,Yogyakarta, PUSTAKA, 2006, hal 43
[2] Alex Sobur, Psikologi Umum,
Bandung, CV Pustaka Setia : 2011, hal :356 – 357
[3] Isbandi Rukminto Adi, Psikologi
Perkembangan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada : 1994, hal : 179-180
[4] Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Yogyakarta,
Andi : 2002, hal : 114
[5] Isbandi Rukminto Adi, Loc Cit,
hal : 182
[6] Isbandi Rukminto Adi, Loc Cit,
hal : 183
Tidak ada komentar:
Posting Komentar