I.
PENDAHULUAN
Ketrampilan konseling merupakan salah satu aspek penting yang
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses konseling yang dibangun oleh
konselor. Dengan demikian penguasaan konselor teradap ketrampilan-ketrampilan
tersebut merupakan jembatan menuju terbangunnya hubungan interpersonal efektif
yang di harapkan berujung pada terfasilitasinya perkembangan klien kearah
perkembangan yang optimal. Ketrampilan konseli dapat dikuasai melalui berbagai
pelatihan, baik pelatihan mandiri, terbimbing, maupun pelatian dengan
memanfaatkan kemampuan antara konselor.
Apapun model pelatiannya yang terpenting adalah termanfaatkannya
umpan balik guna meningkatkan kemampuan penguasaan ketrampilan-ketrampilan
tersebut.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa
Pengertian Attending, Structuring dan Pertanyaan ?
B.
Bagaimana
Langkah-Langkah Konseling Attending, Structuring dan Pertanyaan ?
C.
Bagaimana
Contoh Narasi dari Proses Konseling ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Attending, Structuring dan Pertanyaan
1.
Attending
Menurut sofyan wilis mengemukakan bahwa prilaku attending dapat
juga dikatakan sebagai penampilan konselor yang menampakkan komponen prilaku
non verbal, bahasa lisan, dan kontak mata.[1]
Attending adalah pemberian
perhatian fisik kepada orang lain atau klien, attending juga berarti
mendengarkan dengan menggunakan seluruh tubuh kita atau merupakan komunikasi
non verbak yang menunjukkan bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh
terhadap lawan bicara yang sedang berbicara. Ketrampilan attending meliputi
keterlibatan postur tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata dan
lingkungan yang nyaman.[2]
2.
Structuring
Structuring adalah proses penetapan batasan oleh konselor tentang
hakikat batas-bats tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu
pada khususnya. Structuring memberikan kerangka kerja atau orientasi terapi
kepada klien atau merupakan keahlian yang dugunakan untuk menjelaskan tujuan
dari konseling. fungsu structuring dibutuhkan untuk menjaga sesi agar tidak
melenceng pada tujuan dan untuk menginformasikan pada klien apa yang konselor
mampu atau tidak mampu dilakukan.
Struktur konseling adalah susunan proses konseling yang dilakukan
konselor secara sistematik, pembukaan konseling pada tahap awal konseling, yang
meliputi menciptakan raport atau hubungan konseling yang akrab dan bersahabat
dengan adanya kontak mata atau bahasa non verbal yang ditunjukan oleh konselor
dan menemukan masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya konselor meningkatkan
pertisipasi dan keterbukaan klien dalam proses konseling, sehingga masalah
klien yang sudah ditemukan bersama tadi
dalam proses awal konseling akan berkembang dan mengarah pada tujuan konseling sebagai
mana harapan klien .
Structuring ini terjadi pada tahap pertengahan proses konseling.
pada tahap ini konselor berupaya dengan berbagai ketrampilan yang dimiliki
untuk membuat klien terlibat dan
terbuka, tahap pertengahan ini juga dinamakan tahap kerja.
Pada tahap ahir dalam structuring yang dinamakan tahap action atau
tahap tindakan terjadi perubahan prilaku klien kearah positif. Struktur
konseling adalah klien membuat rencana hidup, stres klien menurun, klien
mengevaluasi proses konseling, dan ahirnya sesi ditutup konselor dengan
persetujuan klien. Pada tahap ini secara tidak langsung atau perlahan terjadi
perubahan yang penting pada klien.[3]
3.
Pertanyaan
Dalam
keterampilan konseling, teknik pertanyaan terbagi menjadi dua, yaitu:
1)
Pertanyaan
terbuka
Pertanyaan
terbuka yaitu teknik untuk memancing klien agar mau berbicara mengungkapkan
perasaan, pengalaman dan pemikirannya.
2)
Pertanyaan
tertutup
Pertanyaan
tertutup yaitu teknik yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan
kata-kata singkat.[4]
B.
Langkah-Langkah
Konseling Attending, Structuring dan Pertanyaan
1.
Attending
Attending memusatkan perhatian untuk dikomunikasikan terutama
melalui tiga saluran yaitu ekspresi
muka, posisi dan gerakan tubuh serta respon verbal. Cara-cara komunikasi
tersebut merupakan tanda untuk klien menganal tingkat penerimaan, persetujuan
atau pengabaian yang dihubungkan dengan perilaku penguatan.[5]
Contoh
perilakuattending yang baik, meliputi:
a. Kepala
(melakukan anggukan jika setuju)
b. Ekspresi
wajah (tenang, ceria, senyum)
c. Posisi
tubuh (agak condong kearah konseli, jarak antara konseli dan konselor agak
dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan)
d. Tangan
(variasi gerakan lengan atau tangan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan
sebagai isyarat,menggunakan tangan untuk menekankan ucapan)
e. Mendengarkan
(aktif penuh perhatian, menungggu ucapan konseli hingga konseli selesai, diam
atau menanti saat kesempatan bereaksi, perhatian terarah pada lawan bicara).
Contoh attending yang tidak baik,
meliputi:
a.
Kepala (kaku)
b.
Muka (kaku,
ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang
bicara, mata melotot)
c.
Posisi tubuh
(tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan konseli menjauh, duduk
kurang akrab dan berpling)
d.
Memutuskan
pembicaraan 9berbicara terus tanpa ada teknik diamuntuk memberi kesempatan
konseli berfikirdan berbicara)
Perilaku attending yang ditampilkan konselor akan memengaruhi kepribadian klien yaitu:
a.
Meningkatkan
harga diri klien, sebab sikap dan perilaku attending memungkinkan konselor
menghargai klien sehingga harga diri klien meningkat.
b.
Dapat
menciptakan suasana aman bagi klien karena klien merasa ada orang yang dapat
dipercayai, teman untuk curhat, dan terasa terlindungi secara emosional.
c.
Memberikan
keyakinan kepada klien bahwa konselor adalah tempat untuk mencurahkan segala
isi hati dan perasaannya.
Latihan
perilaku attending bertujuan agar calon konselor dapat memperlihatkan
penampilan attending dalam berbagai situasi dan hubungan interpersonal secara
umum, khususnya dalm relasi hubungan konseling dengan klien.
Dalam attending
yang harus di perhatikan pada saat melakukan proses attending diantaranya:
a)
Posisi
pengawakan badan yang terdiri dari posisi tubuh, jarak konselor dan klien.
b)
Keadaan
muka yaitu ekspresi wajah dan kontak mata.
c)
Tangan
dan lengan yang terdiri dari variasi gerakan tangan, menggunakan tangan sebagai
isyarat, menyentuh, melakukan gerakan sebagai penekanan.
d)
Mendengarkan
yaitu bagaiman konselor mendengarkan klien, diam pada saat tertentu dan
bagaimana perhatiannya terhadap klien.
2.
Structuring
Struktur diberikan disetiap tahapan konseling dan berperan sangat
penting diawal konseling, Dorn menytakan bahwa klien biasanya menjalani
konseling karena mereka berada dalam kondisi statis, yaitu klien merasa buntu
dan kehilangan kendali untuk mengubah
tingkahlakunya. Untuk dapat membantu klien menemukan arah baru dalam kehidupannya
konselor menyediakan pedoman konstruktif atau keputusan bagaimana membangun
struktur ini didasarkan pada orientasi teoritis dari konseling, kepribadian
klien dan masalah yang akan ditangani.[7]
Dalam structuring ada beberapa jenis yaitu:
a.
Batasan peran
(role limit). Contoh: “ma’af, saya bukanlah pengambil keputusan dari
permasalahn anda, saya hanya membantu anda untuk memahamipersoalan yang anda
hadapi dan andalah yang memutuskannya sendiri”
b.
Batasan topik
(topic limit). Contoh: “yang anda sampaikan tadi, nampaknya ada beberapa
permasalahanyang anda alami saat ini, sekarang mari kita sepakati persoalanmana
dulu yang akan kita bahas”
c.
Batasan tindakan
(action limit). Contoh: “saya bisa memahami kemarahan anda, tapi ma’af ruang
sebelah banyak anak-anak yang sedang belajar, saya berharap anda dapat
mengendalikan luapan kemarahan anda”
d.
Batasan waktu
(time limit). Contoh: “mohon ma’af sebelumnya, berhubung satu jam lagi saya ada
acara lain yang tidak bisa saya tinggalkan, kira-kira dapatkan kita melakukan
sesi konseling selama satu jam, jika belum selasai dapat dilanjutkan besok
pagi, bagaimana”[8]
3.
Pertanyaan
Keterampilan bertanya merupakan salah satu bagian penting dari
suatu dialog antara konselor dengan konseli. Pertanyaan yang baik sangat
membantu konseli dalam memperoleh pemahaman tentang berbagai hal yang menjadi
dan atau terkait dengan topik pembicaraan. Cara-cara mengajukan pertanyaan yang
baik membutuhkan keterampilan.
Dalam komunikasi antara konselor dan konseli, konselor dapat
membantu konseli untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dengan mengajukan
pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.
Adapun langkah-langkahnya yaitu:
1)
Pertanyaan
terbuka
Pertanyaan
yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata Tanya mengapa, apa sebabnya,
karena pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien jika ia tidak tahu alas an
atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik menggunakan kata Tanya apakah,
bagaimana, adakah, dapatkah.
2)
Pertanyaan
tertutup
Pertanyaan
yang diajukan hanya menerima jawaban Ya atau Tidak atau dengan kata yang
singkatsaja.[9]
C.
Contoh
Narasi dari Proses Konseling
Contoh kasus: Anak kecanduan minuman keras. Gambaran masalah: ali
adalah seorang siswa kelas 1 SMA yang terlihat sekandal pecandu minuman keras
akibat pengaruh lingkugannya dan kurangnya perhatian dari orang tuanya. Dan
kemudian dia menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya itu merugikan dirinya
dan orang disekitarnya atau lingkungannya yang kemudian menggugah hatinya untuk
sukarela datang pada konselor agar dia itu bisa mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya. Sebelumnya ali sudah menghubungi konselor lewat telvon bahwasannya
dia ingin meminta bantuan agar konselor mau membantu untuk menyelesaikan
masalahnya.
Kl :
assalamualaikum?
Ko :
waalaikumsalam.
Kl :
membuka pintu perlahan-lahan
Ko :
eh, ali mari silahkan duduk (sambil berdiri dan berjabat tangan menyambut
klien)
Kl :
terima kasih pak.
Ko :
bapak marasa senang sekali bisa berjumpa dengan ali (attending ramah, sambil
senyum dan kontak dengan klien dan badan agak membungkuk kearah klien)
Ko :
tampaknya ada yang mengganggu ali, sehingga ali datang kemari ( memulai
merefleksi perasaan)
Kl :
mengangguk.
Ko :
ali tak perlu sungkan, silahkan ali dapat menceritakannya.
Kl :
hanya mengangguk
Ko :
ayo ali, tidak apa-apa.
Kl :
iya pak saya akan menceritakannya. Saya ahir-ahir ini sering bolos sekolah,
saya tidak berminat untuk mengikuti pelajaran di sekoalah.
Ko :
coba ali ceritakan lebih lanjut.
Kl :
sebenarnya penyebabanya bukan saya tidak senang sama guru-gurunya atau
pelajarannya, tapi…
Ko :
iya terus
Kl :
semua itu berawal dari keluarga saya, saya selalu di tinggal bapak dan ibu saya
bekerja di luar kota, mereka jarang pulang.
Ko :
jadi ali merasa bahwasannya yang menjadi penyebab itu kularga,? Mengapa ali
beranggapan seperti itu? (structuring: batasan topik, hanya menyangkut topik
masalah utama)
Kl :
saya merasa tidak dipedulikan lagi oleh orang tua saya dan tidak diperhatikan
seperti anaknya sendiri, walaupun semua kebutuhan saya tercukupi tapi saya
merasa di kucilkan oleh orang tua saya, jadi saya tiap kali malas untuk sekolah
saya pergi kemana yang saya suka,
Ko :
apakah perubahan itu tidak diketahui orang tua mu ali?
Kl :
tidak pak, soalnya orang tua saya biasanya menanyakan keadaan saya pada
pembantu, dan saya sudah bilang jangan kasih tau orang tua saya jika saya
pulang terlambat atau ada masalah gitu.
Ko :
biasanya ali kemana saja dan apa yang biasa dilakukan?
Kl :
(menunduk dan ragu untuk mengatakannya)
Ko :
tidak usah ragu ali, silahkan di ceritakan saja. (sambil senyum dan menatap
pada ali)
Kl :
saya biasanya pergi ketempat hiburan dengan teman-teman dan saya sering
minum-minuman keras bermain gitas dan nyanyi-nyanyi.
Ko :
sejak kapan ali mulai kecanduan minuman dan apa yang ali dapatkan dari
kebiasaan itu?
Kl :
sudah hampir empat bulan sejak saya kenal dengan teman-teman baru di sekolah
dan sejak rang tua saya sibuk bekerja.dengan saya seperti itu saya merasa
tenang, setiap saya mengalami perasaan tegang dan banyak fikiran saya
melampiaskan dengan minum-minum.
Ko :
Kata ali dengan minum seperti itu justru merasa tenang tapi apakah dengan
perbuatan itu ali justru memberikan dampak yang lebih buruk bagi ali dan orang
disekitar ali.
Kl :
saya tidak pernah berfikiran jauh kesana pak.
Ko :
apakah ali mau mengubah kebiasaan itu?
Kl :
apa saya mampu pak, tolong bantu saya untuk menyelesaikan masalah yang saya
alami pak.
Ko :
kalau mau berusaha pasti mampu. Ma’af ali disini bapak bukanlah
yang mengambil keputusan dari permasalahn ali, tapi bapak hanya membantu ali
untuk memahami persoalan yang ali hadapi dan ali lah yang memutuskannya sendiri.
(structuring: pembatasan peran yang dilakukan konselor)
Dalam
manangani masalah ini konselor menggunakan teknik modeling untuk mengubah
perilakunya, dengan memperagakan atau memberi contoh melalui vidio, untuk
meyakinkan klien bahwa minuman keras itu berdampak negativ bagi jasmania,
rohaniah, orang di sikitar dan lingkungan.
Kl :
(menangis dan menunduk sangat menyesali perbuatannya atau ekspresi sedih yang
berlebihan.)
Ko :
sudah jangan menangis ali, bapak berharap ali bisa mengendalikan luapan
penyesalan ali. tidak perlu disesali masih banyak waktu untuk merubah diri.
(structuring : pembatasan tindakan)
Ko :
gimana ali?
Kl :
iya pak, saya jadi tau dampaknya ternyata sangat buruk untuk semuanya, dan saya
berkeinginan untuk meninggalkan kebiasaan saya, dan saya juga tidak mau
mengecewakan orang di sekeliling saya pak.
Ko :
dengan kesungguhan ali utuk meninggalkan hal itu, pasti ali bisa meninggalkan
hal buruk tersebut. Sebelumnya bapak minta ma’af ali, berhubung
sebentar lagi bapak ada acara lain yang tidak bisa bapak tinggalkan, kira-kira
dapatkah kita melakukan sesi konseling ini sebentar lagi, jika belum selasai
dapat dilanjutkan besok hari minggu, bagaimana?
Kl : iya pak.
IV.
KESIMPULAN
Seorang
konselor harus memiliki berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling yang
digunakan dalam proses konseling. Jadi dalam hal ini konselaor harus menguasai
keterampilan yang diantanya yaitu Perilaku Attending, structuring, dan
pertanyaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Juntika Nurihsan, Ahmad. Bimbingan Konseling dalam berbagai Latar
Kehidupan. Bandung: PT Revika Aditama. 2007.
Suwarjo. Modul Pelatian Praktik Konseling. Yogyakarta: UNY. 2008.
T Glading, Samue.l Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: PT
Indeks. 2012
.
Umriana, Anila. Pengantar Konseling (Penerapan Ketrampilan Konseling
Dengan Pendekatan Islam). Semarang: CV. Karya Abadi Jaya. 2015.
Wilis, Sofyan. Konseling Individual (Teori dan Praktik). Bandung:
Alfabeta. 2011.
[1] .
Sofyan Wilis, Konseling Individual (Teori dan Praktik), (Bandung: Alfabeta,
2011), hlm. 205.
[2] .
Suwarjo, Modul Pelatian Praktik Konseling, (Yogyakarta:UNY, 2008), hlm.6.
[3] .
Sofyan Wilis, Konseling Individual (Teori dan Praktik), hlm. 205-206.
[4]
Anila Umriana, Pengantar Konseling (Penerapan Ketrampilan Konseling Dengan
Pendekatan Islam), (semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015). Hlm 90-91
[5] .
Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan Konseling dalam berbagai Latar Kehidupan,
(Bandung: PT Revika Aditama, 2007), hlm. 86.
[6] .
Anila Umriana, Pengantar Konseling (Penerapan Ketrampilan Konseling Dengan
Pendekatan Islam), Hlm. 85.
[7] .
Samuel T Glading, Konseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta: PT Indeks.
2012), hlm. 149.
[8] .
Anila Umriana, Pengantar Konseling (Penerapan Ketrampilan Konseling Dengan
Pendekatan Islam). Hlm. 87.
[9] .
Anila Umriana, Pengantar Konseling (Penerapan Ketrampilan Konseling Dengan
Pendekatan Islam). Hlm 90-91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar